Pakaian Kebaya

Dandanan laki-laki pun sering digambarkan dalam cerita pantun Sunda. Pada pantun Panggung karaton (1971) antara lain terdapat ungkapan cawet puril pupurikil (bercawat ketat tak bercelana); disingjangan kotok nonggeng (berkain gaya ayam nungging); totopong bong totopong bang (ikat kepala bong dan bang); lancingan lepas (celana panjang); baju bebek (baju berlengan pendek); totopong batik manyingnyong (ikat kepala gaya batik manyingnyong); dibendo dibelengongkeun (bersetangan kepala rapih dalam bentuk menggelembung) baju kurung; baju mikung (baju anak-anak); baju paret (baju dengan kancing banyak); baju senting (baju laki-laki yang pendek bagian belakannya).
Semua itu kemudian serta merta ditinggalkan karena adanya ketentuan baku dari pemerintah Jepang tentang tata cara berpakaian masyarakat Jawa Barat. Pakaian kaum laki-laki yang dianggap pantas jaman jepang ialah: pertama, bendo, jas (tutup dan bukan berdasi), kain poleng sunda, dan terompah atau selop. Kedua, bendo, jas (tutup atau bukaan berdasi), kain kebat, dan terompah atau selop tanpa kaos kaki; dan ketiga; bendo, jas (tertutup bukan berdasi), pantolan (celana panjang), dan sepatu tanpa kaos.

pakaian-adat-Jawa-Barat-pakaian-tradisional-Jawa-Barat-busana-adat-Jawa-Barat

Ada pun untuk kaum perempuan ialah kebaya, kain, selop, dan karembong (selendang). Sedang rambutnya biasa dibentuk menjadi sanggul yang nama atau jenisnya bermacam-macam. Jika seorang perempuan tidak mengenakan karembong maka dia akan dianggap wanita murahan. Berawal dari sanalah kita kehilangan identitas Jawa Barat yang sesungguhnya.

Komentar Terbaru